Dua evaluator UNESCO Global Geopark, Bojan Režun dari Slovenia dan Zhang Chenggong dari China, melakukan revalidasi selama lima hari di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Keduanya menyampaikan kesan mendalam terhadap budaya, alam, dan keterlibatan masyarakat lokal. Berikut fakta-faktanya:
Kunjungan dimulai sejak 30 Juni 2025, diawali dengan penyambutan resmi di Pendopo Sukabumi. Evaluator kemudian menyusuri berbagai lokasi seperti Puncak Darma, Curug Sodong, Museum Konservasi, pusat edukasi Geologi Unpad, Sentra Opak Ketan Jampang, konservasi penyu Pangumbahan, hingga Gunung Sungging dan Museum Megalodon. Evaluasi ditutup dengan kunjungan ke SMPN 1 Surade dan Kampung Adat Sinarresmi.
Bojan menyampaikan kesan personalnya selama berada di Sukabumi. “Menurut saya ini emosional. Berbeda sekali dengan negara-negara di Eropa. Negara Anda sangat cantik dan saya menerima impresi yang sangat baik selama di sini. Kami hanya punya waktu yang pendek, dan kami harap bisa memberikan kesan yang positif,” tutur Bojan dalam sesi tanya jawab, Kamis (3/7/2025) malam.
Bojan menyebut dua lokasi yang paling membekas sepanjang kunjungannya. “Desa tradisional ini bersatu dengan alam. Saya tidak mengharapkan perasaan seperti ini. Tapi setelah melihat langsung bagaimana mereka hidup bersama alam, ini menunjukkan keberlanjutan,” ucapnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya kunjungan ke sekolah. “Yang kedua adalah kunjungan ke sekolah. Sangat penting bagi generasi muda untuk melihat, mendengar, dan mengalami langsung apa itu geopark. Anak-anak di sini tidak hanya bermain, tetapi benar-benar menikmati pengalaman geopark. Ini menjadi potensi, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia,” lanjutnya.
Zhang menyoroti partisipasi masyarakat sebagai kekuatan utama kawasan ini. “Tidak hanya dari signifikansi geologinya yang luar biasa, tapi juga keterlibatan masyarakat yang membuat saya sangat terkesan,” ungkap Zhang.
Ia juga menyoroti pendidikan sebagai unsur penting. “Pendidikan di kawasan geopark ini sangat luar biasa. Bukan hanya ada di sekolah, tapi juga terasa di seluruh masyarakat,” ujarnya.
Bojan menjelaskan bahwa mereka tidak menuntut proyek besar, tetapi perkembangan yang bermakna. “Setelah empat tahun, kami tidak mencari proyek baru sebanyak-banyaknya, tapi kami ingin melihat perkembangan, ide-ide baru, dan bagaimana masyarakat dilibatkan,” ungkap Bojan.
Ia juga menyinggung peran penting infrastruktur. “Infrastruktur penting, tidak hanya untuk geopark tapi juga untuk masyarakat lokal. Memang tidak bisa selesai dalam satu bulan. Tapi jika pemerintah dan masyarakat bekerja bersama, saya percaya perkembangannya bisa jauh lebih signifikan,” ucapnya.
Kekayaan budaya juga tak luput dari perhatian. “Nilai-nilai itu harus dikembangkan dan dipromosikan, terutama dengan melibatkan masyarakat lokal. Dan saya melihat itu sudah luar biasa,” tutur Bojan.
Bojan memuji kinerja tim lokal dan pemerintah daerah. “Kerja samanya luar biasa. Dari awal, kami sudah merasakan persiapan yang matang. Pemerintah daerah sangat terlibat. Berdasarkan pengalaman saya, ini adalah salah satu revalidasi terbaik yang pernah saya ikuti,” ungkap Bojan.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, Sendi Apriadi, mengisahkan momen saat seorang siswa menyambut evaluator.
“Arjun itu tampil luar biasa. Berani berdiri menyambut dua evaluator UNESCO, menjawab pakai bahasa Inggris, dan bercerita tentang sekolahnya dan tentang Geopark. Ini bukan sekadar siswa pintar, tapi bagian dari diplomasi kepariwisataan,” tutur Sendi.
Ia juga menggambarkan proses kunjungan dari awal. “Sejak hari pertama kami perkenalkan bagaimana pelayanan kepariwisataan di Sukabumi dibangun. Ada semangat layanan, ada keramahan, dan tentu substansi kawasan. Arjuna adalah puncak dari semua itu representasi generasi lokal yang punya daya saing,” ujarnya.
Sendi melihat momen itu sebagai representasi budaya yang tulus. “Ini yang disebut diplomasi pariwisata yang datang dari bawah, dari anak-anak sendiri. Ketika evaluator melihat langsung anak lokal bicara tentang geopark dengan penuh keyakinan dan bahasa internasional, itu tidak bisa dipalsukan. Itu jujur dan kuat,” ungkapnya.
Ibunda Arjuna, Solitaire E.F. Ram Mozes, turut memberikan tanggapan setelah menyaksikan langsung aksi anaknya. “Sebagai orang tua saya sangat bangga dengan apa yang saya saksikan kemarin di SMPN 1 Surade,” ujar Solitaire.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Ia juga memuji peran sekolah dalam membentuk karakter anak. “Terutama, saya tidak salah memilih sekolah. SMPN 1 Surade berhasil membuat pendidikan yang sangat baik untuk anak saya, terutama adab sopan santun, bagaimana memperlakukan teman, orang tua dan tamu,” lanjutnya.
Solitaire bercerita tentang kreativitas siswa dalam memanfaatkan lingkungan sekitar. “Arjun itu mulai memberikan sambutan, kemudian menjelaskan kekayaan alam, seni budaya, kehidupan masyarakat siswa yang ada di kawasan Geopark Ciletuh. Dia juga mempresentasikan karya teman-temannya, lalu menghubungkan antara kekayaan alam dengan peristiwa nyata, soal ada kelelawar bersarang di kelas hingga ruang itu tak bisa digunakan,” tutur Solitaire.
Ia melanjutkan dengan kisah inovasi guru di sekolah. “Hingga akhirnya salah satu guru agamanya, Pak Suryadi, berinisiatif membuat pupuk organik cair dari kotoran kelelawar tersebut,” katanya.
Solitaire juga menyoroti presentasi Arjuna tentang beragam elemen budaya. “Arjuna juga menjelaskan tentang tarian Megalodon, tarian Sakara yang dibuat oleh Pak Edi Djunaedi. Ia mempresentasikan miniatur, lukisan, hingga pupuk organik yang dibuat siswa di bawah bimbingan Pak Ruswandi, guru agama,” ungkap Solitaire.
Ia menambahkan peran sekolah dalam menciptakan lingkungan positif.
“SMPN 1 Surade tidak ada yang namanya bullying, diskriminasi. Anak saya itu besar secara fisik, tapi dia bisa berkembang menjadi pribadi yang terbuka dan percaya diri. Itu berarti sekolahnya yang bagus,” katanya.