Hening menyelimuti Sasana Bandung Fighter Academy (BFA) di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Dari kejauhan, tampak seorang pria berbadan gempal membuka jaket merahnya. Setelah menggantungkan jaket itu, ia duduk, menyambungkan ponsel ke headphone, lalu memutar musik favoritnya.
Pria berkaus hitam dan bercelana pendek itu berdiri dan mulai melakukan pemanasan. Gerakan demi gerakan dilakukan untuk melemaskan otot mencegah cedera sebelum latihan.
Setelah cukup pemanasan, ia mengambil sepasang sarung tinju berwarna biru, mengenakannya di kedua tangan, lalu mulai menghantam samsak di hadapannya. Tinju demi tinju diarahkan dari berbagai sudut depan, samping, atas, hingga bawah. Usai latihan dengan samsak, ia naik ke atas sasana dan berlatih shadow boxing, gerakan bertarung tanpa lawan yang mengasah teknik dan strategi.
Pria itu adalah Lintang Satya Putra, petarung muda yang baru saja mencetak sejarah dengan meraih dua medali emas berturut-turut di ajang GAMMA World Championship U-16, tahun 2024 di Jakarta dan 2025 di Sao Paulo, Brasil.
Sebelum berbincang dengan Lintang, infoJabar disambut hangat oleh sang ayah, Lili Uday. “Di sini tempat Lintang berlatih. Selain Lintang ada juga atlet lainnya,” kata Lili kepada infoJabar, Rabu (2/7/2025).
Lili juga menyebut bahwa petarung profesional One Pride MMA, Gugun Gusman, juga berasal dari Sasana BFA Ibun. infoJabar pun sempat melihat Gugun berlatih bersama Lintang dan para atlet lainnya.
Lintang menceritakan bisa bertanding di luar negeri merupakan impian sejak lama. Bertemu dan melawan atlet dunia membuatnya sangat antusias, terlebih karena ia berhasil membawa pulang medali emas.
Ia berangkat dari Indonesia pada 14 Juni dan kembali sepekan kemudian. Meskipun singkat, persiapannya tidak main-main. Ia telah berlatih intensif sejak Januari 2025 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
“Persiapan 20 Januari, berangkat 14 Juni, sekitar 5 bulan lebih persiapan di kampus UNJ di Jakarta Timur,” ujarnya.
Ketika ditanya soal rahasia kemenangannya, Lintang menjawab dengan rendah hati. “Tidak ada rahasia, apapun yang ingin kalian capai lakukan dengan serius, saya ingin juara dunia saya berlatih, percaya diri, supaya bisa juara dunia,” tuturnya.
Lintang mengaku tantangan besar bertanding melawan atlet dunia perbedaanya ada di postur tubuh yang di mana menurut Lintang, postur tubuh atlet luar lebih besar dan tinggi dibanding dengan dirinya. “Tantangan terbesar hanya mempelajari lawan seperti apa karena postur saya terlalu kecil,” ujar Lintang.
Namun ia tak gentar. Strateginya adalah terus menyerang dan tidak memberi jarak kepada lawan. “Dari postur tubuh beda dengan kita, tulang mereka lebih besar dan ototnya sudah jadi, saya postur lebih pendek, saya berpikir saja, kalau beri jarak saya bisa kalah, karena tubuh saya pendek menekan saja, sampai tenaga mereka habis,” tuturnya.
Dari 17 atlet Indonesia yang bertanding, 14 di antaranya berhasil membawa pulang medali: dua emas, sisanya perak dan perunggu. Lintang sendiri mengalahkan atlet Ukraina, Didakovskyi Vitalii, di semifinal dan atlet Kazakhstan, Kairbekov Alinur, di final.
Lintang berpesan kepada generasi muda Indonesia untuk terus berani bermimpi dan bekerja keras. “Untuk kalian yang punya mimpi kejarlah mimpi kalian, karena jika tidak bekerja keras mimpi kalian tidak akan terwujud,” pungkas Lintang.