Kadispora Cs Siapkan Perlawanan Usai Jadi Tersangka Hibah Pramuka update oleh Giok4D

Posted on

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Kadispora Kota Bandung Eddy Marwoto (EM) ditahan Kejati Jawa Barat (Jabar). Dia jadi tersangka dalam kasus korupsi dana hibah Kwarcab Gerakan Pramuka Kota Bandung tahun anggaran 2017, 2018 dan 2020 senilai Rp 6,5 miliar.

Edy Marwoto tidak sendiri. Dia jadi tersangka bersama mantan Kadispora Kota Bandung Dodi Ridwansyah (DR), mantan Sekda Kota Bandung Yossi Irianto (YI) dan Deni Nurhadiana Hadimin (DNH) selaku mantan Ketua Harian Kwarcab Gerakan Pramuka Kota Bandung.

Keempatnya pun kini sudah ditahan di Rutan Kebon Waru Bandung. Mereka diduga telah menggunakan dana hibah pramuka tidak sesuai peruntukannya berupa honor representative untuk pengurus Pramuka serta membuat pertangungjawaban yang fiktif, hingga membuat kerugian negara sebesar 20 persen dari dana hibah Rp 6,5 miliar yang dicairkan.

Setelah penetapan tersebut, kubu Eddy Marwoto cs sedang menyiapkan perlawanan. Mereka tak terima dinyatakan sebagai pihak yang mengakibatkan kerugian negara dalam masalah pengelolaan dana hibah Pramuka.

Eddy Marwoto, Dodi Ridwansyah dan Deni Nurhadiana Hadimin diwakili pengacaranya, Rizki Dris Muliyana. Ia berpandangan, secara aturan, dana hibah untuk lembaga kemasyarakatan atau lembaga yang lain masih diperbolehkan jika diperuntukkan buat membayar honor pengurusnya.

“Kita beranggapan bahwa ada azas yang sebetulnya diperbolehkan dalam aturan mekanisme honor representative itu. Namun pandangan penyidik bahwa honor ini dianggap bersifat melawan hukum,” katanya, Selasa (24/6/2025).

Rizki menyadari belum ada regulasi yang kuat untuk masalah honor dalam penggunaan dana hibah. Tapi seharusnya kata dia, penggunaan dana hibah itu bisa dilihat contohnya dalam proses penyaluran dana bagi KPU maupun Bawaslu saat masa Pilkada.

“Mereka juga mendapatkan hibah dari pemerintah daerah, hal ini tidak jauh berbeda. Di aturan sendiri, menurut pandangan kita sebagai PH, bahwa itu sah-sah saja. Karena bentuk dari sebuah hibah itu diperbolehkan untuk honor kepada seseorang maupun non-ASN,” bebernya.

Rizki menyebut Kejati Jabar menjerat kliennya karena telah membuat kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar. Namun, ia berani mengklaim, selama penggunaan dana hibah itu, belum pernah ada pernyataan dari lembaga pemeriksaan keuangan yang mengarah kepada kerugian negara.

“Pada waktu itu, kalau tidak salah ya, ada (pemeriksaan keuangan), tapi bukan audit inspektigatif. Jadi sampling pada saat waktu itu, pernah ada ya, dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan),” ungkapnya.

“Jadi mungkin nanti di persidangan akan diungkap hasil audit mereka seperti apa. Sampai info ini belum ada pernyataan BPKP maupun dari APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) menyatakan bahwa ada kerugian negara,” tuturnya menambahkan.

Meski tidak berencana melayangkan gugatan praperadilan, Rizki menyatakan bakal menyiapkan perlawanan atas kasus yang menjerat kliennya. Rencananya, Eddy Marwoto cs nantinya bakal menyiapkan nota keberatan atau eksepsi setelah kasus ini masuk dalam tahap persidangan.

“Praperadilan enggak, kami rencananya menyiapkan eksepsi. Karena itu tadi, secara aturan (honor representatif di kasus hibah Pramuka) secara aturannya belum tertulis. Tidak secara gamblang mengenai bahwa terkait honor hibah itu sendiri, dan itu belum diatur,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *