Sengketa lahan di SMAN 1 Bandung saat ini menjadi sorotan. Itu terjadi setelah Pemprov Jawa Barat (Jabar) kalah dalam proses gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung melawan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
Putusan itu telah diketuk pada Kamis (17/4/2025). Majelis Hakim PTUN Bandung pun memerintahkan kepada pemerintah untuk membatalkan dan mencabut sejumlah dokumen yang digunakan sebagai administrasi atas berdirinya bangunan SMAN 1 Bandung.
Di antaranya sertifikat hak pakai bernomor 11/Kel. Lebak Siliwangi yang diterbitkan pada 19 Agustus 1999, hingga surat ukur tertanggal 12 April 1999 nomor 12/Lebak Siliwangi 1999 dengan luas 8.450 meter persegi yang tercatat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat. Kemudian, Hakim PTUN Bandung juga memerintahkan BPN Kota Bandung untuk memproses perpanjangan dan menerbitkan serifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PLK di lokasi sengketa tersebut.
Namun, Pemprov Jabar berencana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta untuk bisa menganulir putusan ini. Pihak PLK sebagai penggugat perkara ini pun turut buka suara dan mempersilakan Pemprov jika ingin banding atas putusan tersebut.
“Kita sih nggak masalah (soal banding), itu kan haknya. Jadi kalau nggak setuju, ya memang banding. Bandingnya kalah atau gimana, ya kasasi. Itu kan bagian dari upaya hukum, itu udah mekanismenya demikian, nggak apa-apa,” kata pengacara PLK, Hendri Sulaeman saat diwawancara wartawan.
Namun demikian, Hendri mengatakan, pihaknya tetap membuka jalur mediasi atas sengketa ini. Tapi syaratnya, harus ada ganti rugi yang diberikan Pemprov Jabar kepada PLK yang mengkalim sebagai pemilik sah lahan yang kini berdiri SMAN 1 Bandung tersebut.
“Kita tidak ada upaya apa-apa (setelah putusan PTUN Bandung). Dia (Pemprov Jabar) kalau ada upaya hukum, ya kita layani juga. Kecuali kalau mau ada mediasi, oke kita bantu. Saya akan bantu lah, kita juga mengerti itu,” ungkapnya.
Hendri memastikan, PLK sudah dinyatakan sebagai pemilik lahan yang sah di lokasi yang saat ini sedang bersengketa. Bahkan, kata dia, kepemilikan PLK di lahan tersebut sudah dinyatakan melalui putusan pengadilan.
“Tapi dia jangan lupa sejarahnya, itu sejarahnya dia memang minjam pakai gitu. Ada sejarahnya, ada sertifikatnya kumpulan (PLK) itu. Sertifikat itu udah berakhir, udah diperpanjang, terus juga sertifikat itu udah dinyatakan sah oleh putusan pengadilan, kemudian diperpanjang,” tegasnya.
“Tapi sesuai mekanisme hukum yang berlaku, kan sebenarnya karena memang itu kita hargai untuk kepentingan umum. Tetapi kan harus ada ganti rugi sesuai undang-undang pertanahan. Saya welcome untuk ini, kita jembatani. Kita hargai, kita siap, karena upaya damai jalan trerbaik menurut saya karena ini sama-sama yayasan biar bisa berdiri dengan baik,” pungkasnya.