7 Mitos Legendaris Cirebon, dari Jalan Sakral hingga Jelmaan Monyet

Posted on

Cirebon, sebuah kota di pesisir utara Jawa Barat, menyimpan kekayaan budaya dan sejarah yang luar biasa. Di balik kehidupan modern dan geliat pariwisatanya, kota ini juga dikenal dengan berbagai cerita rakyat dan mitos yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Beberapa di antaranya bahkan diyakini hingga kini, diwariskan dari generasi ke generasi.

Dari jalan yang konon bisa melunturkan jabatan hingga kisah santri yang berubah menjadi monyet, berikut adalah sejumlah mitos terkenal yang menjadi bagian dari warna-warni budaya Cirebon.

Jalan Karanggetas yang terletak di pusat keramaian Kota Cirebon tak hanya menjadi jalur strategis menuju Keraton Kanoman dan Kasepuhan. Di balik hiruk-pikuk pertokoan dan aktivitas warga, tersimpan kisah yang begitu akrab di telinga masyarakat: mitos tentang kejatuhan jabatan bagi pejabat yang angkuh.

Menurut Raffan S Hasyim, filolog asal Cirebon, kisah ini berakar dari cerita tentang Syekh Magelung Sakti, sosok sakti mandraguna yang hidup sekitar tahun 1479. Ia dikenal congkak dan merasa tak ada yang mampu mengalahkannya.

“Lawan-lawannya ini tak berhasil memotong rambutnya (Syekh Magelung Sakti). Semua lawannya ini menggunakan senjata,” ujar Opan, sapaan akrab Raffan.

Namun, Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati berhasil menaklukkan Syekh Magelung Sakti hanya dengan menggunakan dua jari. Sejak saat itu, Karanggetas diyakini sebagai jalan yang mampu meluruhkan keangkuhan dan jabatan.

“Sampai sekarang Jalan Karanggetas masih diyakini masyarakat Cirebon mampu meruntuhkan jabatan orang yang sombong,” imbuh Opan.

Kompleks Taman Air Gua Sunyaragi yang menjadi destinasi wisata sejarah di Cirebon juga menyimpan cerita mistis. Salah satu mitos yang berkembang adalah larangan bagi wanita yang belum menikah untuk menyentuh patung Perawan Sunti.

Patung yang kini hanya berupa tunggul itu berada di pintu masuk Gua Peteng. Kepala Bagian Pemandu Taman Gua Sunyaragi, Jajat Sudrajat, menjelaskan bahwa patung asli kini disimpan oleh pengelola.

“Saat ini kita simpan,” katanya kepada infoJabar.

Menurut mitos, gadis yang menyentuh patung tersebut akan sulit mendapatkan jodoh. Namun, Jajat menekankan bahwa pesan moral yang terkandung adalah pentingnya tanggung jawab dalam hubungan.

“Makna atau pesan yang terkandung di dalam mitos patung Perawan Sunti ini maksudnya adalah kalau kau (wanita) hamil dan melahirkan, harus jelas siapa suami dan bapak dari anak itu,” jelasnya.

Masih dari kompleks Gua Sunyaragi, terdapat pula cerita mengenai lorong yang dipercaya bisa menembus ke Makkah dan Madinah. Lorong ini berada di dalam Gua Argajumut, dan dikenal sebagai Lorong Makkah-Madinah serta Lorong Tiongkok-Gunungjati.

Jajat menjelaskan, kedua lorong itu sebenarnya hanya memiliki ukuran sekitar 1×1 meter persegi. Namun, makna yang terkandung jauh lebih dalam.

“Untuk Gunungjatinya sendiri, maknanya adalah bagi masyarakat Cirebon yang ingin belajar ilmu agama Islam, ya perginya ke Gunungjati,” terang Jajat.

Ia juga menambahkan bahwa dua lorong tersebut melambangkan keterlibatan dua bangsa besar-Arab dan Cina-dalam sejarah lahirnya Cirebon.

Sungai Kriyan yang mengalir di Kota Cirebon menyimpan kisah tentang buaya putih, yang diyakini sebagai jelmaan anak Sultan Sepuh I Syamsudin Martawijaya.

“Buaya putih itu tak buas atau galak. Buaya tersebut merupakan anak dari sultan sepuh pertama yang dikutuk oleh sultan,” ujar Mohamad Maskun, Lurah Keraton Kasepuhan Cirebon.

Anak tersebut bernama Elang Angka Wijaya yang dikutuk karena tak mematuhi nasihat sang ayah. Setelah menjadi buaya, ia berpindah dari kolam keraton ke Sungai Kriyan. Tradisi warga sekitar pun turut menjaga mitos ini dengan ritual seperti melempar tumpeng saat melihat buaya putih.

Di Petilasan Sunan Kalijaga, Harjamukti, terdapat kisah tentang 99 ekor monyet yang dipercaya sebagai jelmaan santri yang membangkang. Menurut juru kunci, Raden Edi, santri-santri tersebut menolak ajakan Sunan Kalijaga untuk salat Jumat dan memilih mencari ikan.

“Sebenarnya Sunan Kalijaga tidak pernah mengutuk, tetapi yang berhak mengutuk hanyalah Allah SWT,” jelas Edi.

Sejak saat itu, tubuh para santri berubah menjadi monyet. Saat ini, monyet-monyet tersebut masih hidup dan berkeliaran di kawasan petilasan.

“Di depan bilangnya iya, di belakang malah beda lagi,” ujar Edi, menekankan pesan moral dari kisah tersebut.

Di Desa Lurah, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, terdapat gang kecil yang dianggap keramat. Terletak hanya 50 meter dari balai desa, gang ini memiliki dua makam penting: makam Ki Telar Basah dan makam pusaka Syekh Maghribi.

Warga setempat, Muslim (54), menyebutkan bahwa orang yang memiliki hajat seperti hendak menikah atau mencalonkan diri menjadi kepala desa, dilarang melintasi jalan tersebut.

“Ya dulu diyakini bikin apes, kalau maksa lewat situ bagi yang punya hajat,” katanya.

Kisah bermula dari zaman dahulu, saat rombongan dari Desa Lurah hendak membawa nangka ke keraton. Namun, buah tersebut jatuh ke kolam di dekat makam. Ajaibnya, nangka itu menjadi kebal dan tak bisa dikupas.

Di kompleks makam Sunan Gunung Jati, terdapat sebuah batu yang dikenal sebagai Batu Tameng. Batu ini dipercaya mampu menolak bala dan menjadi tempat bersedekah bagi peziarah yang lewat.

Menurut filolog Raffan Safari Hasyim, batu ini dulunya menjadi penanda batas antara dua pesantren, yakni Giri Amparan Jati dan Sembung.

“Pesantren Sembung itu didirikan pada era Sunan Gunung Jati. Sedangkan Giri Amparan Jati didirikan oleh Syekh Nurjati tahun 1420,” ujar Opan.

Kini, tradisi melempar uang ke batu ini dimaknai sebagai bentuk sedekah untuk menolak malapetaka. “Intinya sedekah, bukan hal-hal lain,” kata Opan.

Mitos-mitos di Cirebon bukan hanya cerita kosong tanpa makna. Di baliknya tersimpan nilai-nilai, pesan moral, dan filosofi hidup yang diwariskan secara turun-temurun. Kepercayaan itu telah membentuk identitas dan budaya lokal yang unik di tengah arus modernisasi.

Jika Anda berkunjung ke Cirebon, jangan lupa untuk menelusuri kisah-kisah ini. Siapa tahu, Anda akan menemukan lebih banyak cerita di balik sudut-sudut kota yang tampak biasa.

1. Jabatan Luruh di Jalan Karanggetas

2. Larangan Menyentuh Patung Perawan Sunti

3. Lorong Menuju Makkah dan Madinah

4. Siluman Buaya Putih di Sungai Kriyan

5. 99 Monyet Jelmaan Santri

6. Gang Tanpa Nama di Desa Lurah

7. Batu Penolak Bala di Gunungjati