658 Ribu Anak Putus Sekolah, Fraksi PPP Minta Dedi Mulyadi Turun Tangan

Posted on

Di tengah gencarnya upaya pemerintah mendorong wajib belajar 12 tahun, Provinsi Jawa Barat dihadapkan pada ironi besar dimana lebih dari 658 ribu anak usia 7-18 tahun tercatat tidak bersekolah. Angka itu tertulis dalam publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar bertajuk Indikator Kesejahteraan Rakyat 2024.

Dalam publikasi itu di dalamnya, termuat data Dasbor Verifikasi dan Validasi Anak Tidak Sekolah (ATS) milik Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pusdatin Kemdikbud) yang diperbarui pada 14 November 2024.

Dilihat infoJabar, Jumat (23/5/2025), jumlah anak tidak sekolah di Jawa Barat mencapai 658.831 orang. Angka tersebut terbagi dalam tiga kategori, yakni 164.631 anak drop out (DO) atau putus sekolah di tengah jenjang pendidikan.

Kemudian 198.570 anak lulus tidak melanjutkan (LTM) menyelesaikan jenjang SD, SMP, atau SMA tapi tidak melanjutkan dan 295.530 anak belum pernah bersekolah (BPB) tidak pernah mengenyam pendidikan formal sama sekali.

Yang mencemaskan, dari total anak DO, hampir 25 persen di antaranya putus sekolah saat SD. Sisanya terbagi cukup merata antara SMP dan SMA/SMK, yakni masing-masing sekitar 38 persen.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi V DPRD Jabar Zaini Shofari meminta pemerintah fokus menangani permasalahan anak putus sekolah ketimbang melakukan penyelesaian masalah yang sifatnya berada di permukaan.

“Saya lebih suka menggunakan data yang sekarang sudah ada untuk kemudian terus diperbaiki dalam artian yang tidak sekolah harus disekolahkan, sekolah membuka ruang yang seluas-luasnya, khususnya bagi anak-anak tidak sekolah,” kata Zaini.

“Entah (karena) biaya, entah putus (sekolah), entah DO dan lain sebagainya. Atau tetap mau menggunakan cara-cara yang sporadis yang menyentuh dan booming, hanya di tingkat atas di permukaan tapi tidak menyelesaikan pada persoalan yang sifatnya substansial,” lanjutnya.

Zaini yang juga Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar ini kemudian menyinggung program pendidikan karakter yang telah menelan biaya Rp3,2 miliar untuk membina sekitar 273 siswa yang dianggap nakal. Menurutnya, ada baiknya anggaran itu digunakan untuk menyekolahkan anak yang tidak sanggup sekolah.

“Tinggal pilihan saja, mau menggunakan anggaran Rp3,2 miliar untuk 273 anak itu atau menuntaskan anak tidak sekolah yang mencapai enam ratus ribu itu?,” tanya Zaini.

Selain diharapkan dapat menentukan sebuah kebijakan dengan lebih bijaksana, Zaini juga meminta kepada pemerintah agar bisa lebih menunjukan keberpihakan dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di tahun ini.

Lantaran selain faktor ekonomi, tingginya presentase anak tidak bersekolah di Jawa Barat juga disebabkan oleh sistem penerimaan peserta didik baru yang lebih banyak menampung siswa mampu dan belum mengakomodir siswa dari kategori tidak mampu.

“Harus ada regulasi yang kokoh, yang kuat termasuk di wilayah perencanaan yang matang. Sehingga SPMB hari ini tidak sekedar merekrut dari wilayah domisili ataupun yang mampu, tapi juga mengakomodir anak-anak yang orang tuanya disebut kategori miskin,” ungkapnya.

Karena itu, Zaini mengharapkan adanya keberpihakan dari Gubernur Dedi Mulyadi untuk bisa menangani permasalahan banyaknya anak yang tidak bersekolah di Jabar. “Saya yakin angka itu bakal turun (tapi) harus ada keberpihakan di situ,” tutup Zaini.