Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung menetapkan dua tersangka kasus korupsi Balai Besar Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BBPPK dan PKK) Lembang. Atas ulah tersangka, negara mengalami kerugian mencapai Rp 1,9 miliar.
Kepala Kejari Kab Bandung, Donny Haryono Setyawan mengatakan, saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait kasus tindak pidana korupsi di lingkungan tersebut. Kedua tersangka nekat membuat proyek fiktif atau palsu.
“Berdasarkan alat bukti yang kami dapatkan pada hari ini, kami telah menetapkan dua orang tersangka ke dalam perkara ini,” ujar Donny, kepada awak media, di kantor Kejari Kabupaten Bandung, Baleendah, Senin (23/6/2025).
Donny menjelaskan, tersangka ED pada tahun 2020 yang kala itu menjabat sebagai Kepala BBPPK dan PKK Lembang Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia melakukan pengadaan 11 paket pekerjaan senilai Rp 1,9 miliar.
Sebanyak 11 paket tersebut terdiri dari 9 pekerjaan pengembangan dan perlengkapan penunjang inkubasi bisnis, 1 pekerjaan pengembangan website dan aplikasi, dan 1 pekerjaan peralatan pengolahan kopi dengan metode pengadaan langsung.
“Tersangka ED melaksanakan sendiri kegiatan tersebut bekerja sama dengan pihak luar, yang mereka hanya seolah-olah kegiatan tersebut sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah,” katanya.
Donny mengungkapkan, setelah itu tersangka ED bekerjasama dengan pria inisial K. Kata Donny, tersangka K selaku perantara yang mencarikan 11 perusahaan yang bertindak seolah-olah sebagai penyedia barang dan jasa pemerintah dalam perkaranya.
“Padahal kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri oleh mereka, diciptakan sendiri dan dipertanggungjawabkan seolah-olah pekerjaan tersebut ada. Padahal pekerjaan tersebut fiktif,” jelasnya.
Dari pengakuan tersangka, Donny menyebutkan uang tersebut digunakan untuk keperluan tersangka ED dan BBPPK dan PKK. Sehingga hasil dari proyek tersebut hanya digunakan secara pribadi dan lain-lainnya.
“Uang tersebut untuk keperluan pribadi, yang berdasarkan pengakuan yang bersangkutan itu digunakan untuk pembayaran kredit mobil, pembelian sepeda motor, keperluan sehari-hari, dan ada juga yang didistribusikan kepada pihak lain,” ucapnya.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Dia menambahkan, setelah itu tim audit BPK RI turun tangan dan melakukan penghitungan korupsi tersebut. Hasilnya negara negara mengalami kerugian senilai Rp 1,9 miliar.
“Makanya kami tetapkan dalam perkara ini ada dua orang, yang pertama yaitu inisial ED. Dia Kepala BBPPK PPK Kementerian Tenaga Kerja sejak tahun 2019 -2021. Satu tersangka lagi inisial K sebagai perantara 11 penyedia jasa pekerjaan pengadaan,” bebernya.
Donny menuturkan, sebanyak 11 perusahaan tersebut dipinjam perusahaaannya oleh kedua tersangka. Namun, kata dia, faktanya perusahaan tersebut tidak pernah digunakan dan tidak pernah bekerja.
“Karena pekerjaan itu dilaksanakan sendiri oleh si tersangka kepala balai bekerja sama dengan pihak perantara tadi yang berinisial K,” tegasnya.
Dia menambahkan saat ini penyidik masih terus melakukan pendalaman terkait adanya keterlibatan pihak lain. Menurutnya ke depan masih kemungkinan ada tersangka baru.
“Kami penyidik itu masih mendalami terus fakta-fakta terkait dengan adanya pertanggungjawaban pidana dari pihak lain selain dua orang ini juga terkait juga dengan aliran dana. Jadi tetap terbuka kemungkinan untuk bertambahnya tersangka lain dalam perkara ini,” kata Donny.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Diantaranya pasal primer pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi dan subsidi nya pasal 3 yaitu pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara.