10 Kampung Adat Sunda yang Masih Bertahan di Jawa Barat

Posted on

Masyarakat Sunda yang tinggal Jawa Barat punya beragam kekayaan budaya. Di antaranya adalah Kampung Adat, yakni sebuah tempat tinggal untuk masyarakat yang masih memegang teguh ajaran leluhur.

Jika infoers singgah ke Kampung Adat Cikondang, di Kabupaten Bandung misalnya, dapat ditemukan aturan membuat rumah yang masih dipatuhi. Salah satunya, rumah itu harus menghadap ke utara. Aturan itu masih dipraktikkan hingga saat ini.

Kampung-kampung adat di Jawa Barat banyak yang masih berdiri dengan prinsip paling utama, yakni menjaga keharmonisan manusia dan alam. Sehingga di sana, banyak upacara-upacara adat yang bertalian dengan penghormatan kepada alam.

Berikut adalah 10 kampung adat Sunda di Jawa Barat yang masih menjaga jejak-jejak tradisi dan budaya mereka:

Kampung Naga berada di Kabupaten Tasikmalaya, tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu. Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat Sunda yang terkenal. Selain karena tradisi Sunda yang kuat masih dipraktikkan, arsitektur bangunan tradisional di kampung ini juga masih lestari.

Masyarakat Kampung Naga masih memegang teguh nilai-nilai tradisi dan budaya Sunda, dan tidak menggunakan listrik untuk menjaga kelestarian budaya. Memang ada listrik dan sedikit barang elektronik yang penggunaannya dibatasi. Tetapi untuk penerangan sehari-hari, masyarakat Kampung Naga memilih lampu minyak.

Masih misteri, dari mana nama ‘Naga’ bermula. Yang jelas, di kampung itu tidak ada hewan mitologis bernama naga. Ada yang mengatakan bahwa naga merupakan ringkasan dari ‘Na Gawir’ yang berarti ‘di pinggir jurang’ atau ‘di lembah’, sebagaimana dikutip dari buku berjudul Jagapati Bumi, Mitos-mitos Pengawal Nusantara karangan Anna Farida (2023).

Di kampung ini, masih lestari tradisi tahunan seperti upacara adat Seren Taun, ritual pertanian lainnya, dan upacara keagamaan.

Jika berkunjung ke Situ Cangkuang, di Kabupaten Garut, infoers bakal melihat sebuah pulau yang di sana ada perkampungan. Dinamakanlah perkampungan itu Kampung Adat Pulo.

Kampung Adat Pulo tepatnya berada di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Di sini, ada juga candi peninggalan dari masa Hindu di Jawa Barat, yakni Candi Cangkuang.

Masyarakat Kampung Adat Pulo masih menjaga tradisi dan budaya Sunda, serta mengembangkan pariwisata yang berbasis pada kearifan lokal.

Di antara tradisi yang dilestarikan di Kampung Pulo ini adalah ‘Mapag Bulan Mulud’, ‘Ngariung Mulud’, ‘Ngibakan Banda Pusaka’, Tahlilan, ‘Mitembeyan’, dan ‘Niiskeun Pare’. Selain itu, terdapat juga tradisi ‘Kaluar ti Kampung Saatos Nikah’ dan tradisi lainnya.

Jangan tanya soal stok pangan masyarakat Kampung Adat Ciptagelar. Jawabannya pasti bikin tercengang. Stok padi cukup untuk puluhan tahun ke depan.

Kampung Adat Ciptagelar berada di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di kampung ini, dikenal tradisi panen padi yang sakral dan upacara adat Seren Taun (syukuran hasil panen padi).

Masyarakat di sini memosisikan padi sebagai sesuatu yang terhormat, sebab dengan padi manusia hidup. Selain itu, padi juga bukan barang yang bisa dijual. Ajaran bahwa padi tidak bisa dijual merupakan ajaran leluhur Sunda, sebagaimana terungkap dalam naskah kuno Wawacan Sulanjana.

Menariknya, padi di Ciptagelar yang melimpah ini dikembangkan hanya dengan pertanian organik.

Kampung Adat Dukuh berada di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Di kampung ini, masyarakatnya memegang teguh nilai-nilai kesederhanaan yang diajarkan oleh leluhur Sunda.

Masyarakat Kampung Dukuh tidak menggunakan barang-barang modern dan masih menjaga tradisi. Masyarakat Kampung Dukuh memeluk agama Islam dan masih menjalankan kearifan-kearifan Sunda.

Di antaranya, Kampung Dukuh memiliki tradisi unik yang masih dipraktikkan hingga saat ini, seperti ‘Upacara Moros’, ‘Ritual Ngahaturan Tuang’, ‘Upacara Cebor Opat Puluh’, dan ‘Kesenian Terebang Sejak’. Ada juga aturan adat yang mengikat kehidupan masyarakat, seperti larangan tertentu saat berziarah dan tata cara makan.

Pernah mendengar ‘Rasi’ atau Beras Singkong? Nah, di Kampung Adat Cireundeu lah tempat makanan itu disajikan. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu menjadikan singkong sebagai makanan utamanya. Pati singkong akan dibuat menjadi olahan makanan lain, sementara ampasnya akan dijemur dan itulah yang menjadi ‘Rasi’.

Kampung ini berada di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Sejarah panjang melatari mengpa singkong menjadi makanan utama warga di sini. Di antara alasannya adalah situasi paceklik yang pernah dialami dahulu.

Di samping ‘rasi’, sebagai penghuni kampung adat, masyarakat Kampung Cireundeu masih memegang teguh nilai-nilai tradisi dan budaya Sunda.

Ada tradisi yang bahkan telah diakui sebagai warisan budaya. Yakni tradisi ‘Tutup Taun Ngemban Taun 1 Sura’ yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Tradisi ini melibatkan upacara adat dan ritual untuk memperingati tahun baru Sunda.

Berada di Kelurahan Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Kampung Cikondang memiliki rumah adat utama yang disebut Bumi Adat.

Dahulu, sebelum peristiwa kebakaran melanda, rumah-rumah kampung adat Cikondang berbahan dari bambu dan atap ‘hateup’. Namun, kini tidak sedikit rumah yang sudah menggunakan tembok, namun tetap mengikuti aturan untuk menghadap ke utara.

Masyarakat Kampung Cikondang masih menjaga tradisi dan budaya Sunda, serta mengembangkan pariwisata yang berbasis pada kearifan lokal. Tradisi perayaan tahun baru Islam yang disebut ‘Wuku Taun’ dan syukuran hasil panen yang disebut ‘Seren Taun’ masih lestari di Kampung Adat Cikondang ini.

Kampung Urug berada di Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Kampung Urug dikenal dengan tradisi seni budaya Sunda dan kerajinan tradisional. Masyarakat Kampung Urug masih memegang teguh nilai-nilai tradisi dan budaya Sunda.

Di sini, masyarakat melakukan pertanian yang berkelanjutan. Yakni, dengan menggunakan bahan-bahan organik sebagai pupuknya. Selain itu, Kampung Adat Urug juga memiliki beberapa tradisi unik yang masih dipertahankan oleh masyarakat hingga kini.

Dalam bidang pertanian dan keagamaan, tradisi yang masih lestari mencakup berbagai upacara adat seperti ‘Seren Taun’, ‘Sedekah Bumi’, dan ‘Muludan’.

Kampung Miduana berada di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur. Dilansir infoTravel, Kampung Adat Miduana menjadi perhatian setelah dinobatkan sebagai kampung dengan penduduk berumur panjang bersama Gili Iyang di Sumenep.

Lokasi kampung ini jauh dari perkotaan, yakni berjarak 172 kilometer dari pusat perkotaan Cianjur. Sementara, predikat penduduknya berumur panjang itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dengan Economic Research Institute of ASEAN and East Asia (ERIA).

Hasil riset menunjukkan, di Miduana lansia yang berusia 70-79 tahun berjumlah 8 orang, 88-89 tahun berjumlah 14 orang, 98-99 tahun berjumlah 12 orang, 100 hingga lebih dari 100 berjumlah 3 orang.

Kampung Miduana berhawa sejuk karena beradaannya di ketinggian. Dengan kesejukan, tradisi, dan budaya Kampung Miduana menjadi salah satu destinasi wisata baru yang terletak di Cianjur, Jawa Barat

Miduana sendiri berasal dari kata ‘Midua’ yang berarti terbelah atau terbagi dua. Nama itu merujuk kepada lokasi kampung yang terbagi dua karena berada di antara dua sungai yakni Cipandak hilir dan Cipandak girang.

Kedua sungai itu bertemu menjadi Sungai Cipandak (utama), dengan arusnya yang landai tidak curam. Saat pertama kali dibuka, kampung ini memiliki julukan yakni Joglo Alas Roban yang dipimpin Eyang Jiwa Sadana dengan sembilan kepala keluarga. Mereka kemudian secara turun temurun beranak cicit hingga kini masih memegang pikukuh karuhun Pajajaran, kerajaan Sunda dahulu.

Di dekat aliran Sungai Citarum lama di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, terdapat sebuah kampung bernama Kampung Mahmud.

Wara di sini dikenal dengan kesederhanaan gaya hidup dan kesetiaan mereka pada ajaran Islam. Namun, di sini juga hidup tradisi Sunda yang telah dipadukan dengan ajaran-ajaran Islam.

Kampung Mahmud kini banyak dikunjungi sebagai tempat ziarah, sebab di sini ada makam-makam keramat, yakni para pendahulu pendiri kampung ini sekaligus penyebar Islam awal.

Makam keramat yang banyak diziarahi yaitu makam Eyang Abdul Manaf, makam Sembah Eyang Dalem Abdullah Gedug, dan makam Sembah Agung Zaenal Arif.

Dari segi arsitektur, rumah-rumah di Kampung Mahmud biasanya dibangun sebagai rumah panggung dengan bahan kayu dan bambu, yang dipercaya memiliki kekuatan magis dan sesuai dengan kondisi tanah yang berupa endapan rawa.

Kampung Budaya Sindang Barang berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung ini tetap mempertahankan berbagai aspek budaya lokal kerajaan Pajajaran, termasuk upacara tradisional dan situs sejarah.

Tradisi seperti Seren Taun yang merupakan upacara syukur hasil panen, dan juga beberapa situs bersejarah seperti tempat tinggal permaisuri Prabu Siliwangi dan tempat latihan para satria kerajaan masih dipraktikkan dan dirawat hingga kini.

Dikutip dari infoTravel, di Kampung Budaya Sindang Barang terdapat delapan macam kesenian Sunda yang telah direvitalisasi dan dilestarikan oleh para penduduknya. Di sini terdapat pula situs-situs purbakala peninggalan kerajaan Pajajaran berupa bukit-bukit berundak.

1. Kampung Naga

2. Kampung Adat Pulo

3. Kampung Ciptagelar

4. Kampung Dukuh

5. Kampung Cireundeu

6. Kampung Cikondang

7. Kampung Adat Urug

8. Kampung Adat Miduana

9. Kampung Mahmud

10. Kampung Budaya Sindang Barang

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *